Senin, 13 April 2015

Tiga Draft PKPU Sudah Selesai Dikonsultasikan


Jakarta kpu.go.id- Panitia Kerja (Panja) Komisi II DPR RI dan Pemerintah, Kamis (9/04) telah menyepakati dan telah selesai, terkait tiga Peraturan KPU tentang Tahapan Penyelenggaraan, Pemutahiran Data Pemilih dan Tata Kerja KPU.

Ketua KPU Husni Kamil Manik pada kesempatan ini menyampaikan terima kasih atas apa yang disampaikan oleh Ketua Komisi II, dimana tiga hal yang sudah dikonsultasikan dinyatakan telah selesai dan untuk selanjutnya dapat kami proses dalam pembahasan finalisasi dan menetapkan dalam peraturan.

Selain itu, ada dua yang menjadi agenda KPU yang akan dibahas dalam minggu depan terkait tentang draft peraturan Pencalonan dan darft peraturan tentang Pedoman Kampanye.

Kemudian, KPU masih mempunyai lima draft yang telah KPU sampaikan kepada Komisi II, dimana pada kesempatan ini dua dari lima draft itu mohon kami sampaikan pada isu strategisnya.

Dimana dua draft yang ingin kami sampaikan, pertama mengenai draft PKPU tentang Partisipasi Masyarakat dan Pendidikan Pemilih dan yang kedua draft PKPU Norma Standar Kebutuhan Pengadaan Barang dan Jasa.

Kedua draft peraturan ini tidak banyak isu strategisnya yang baru, sesuai dengan Undang-Undang nomor 8 Tahun 2015 dan isi peraturannya banyak mengadopsi peraturan KPU yang digunakan pada Pemilu legislatif dan Pemilu Presiden yang lalu,  jadi tidak akan memunculkan hal yang multi taksir. Ujar Husni.

Sementara itu, anggota KPU yang membidangi divisi tentang Partisipasi Masyarakat dan Pendidikan Pemilih Sigit Pamungkas, khusus rencana peraturan KPU yang menyangkut Sosialisasi dan Partisipasi Masyarakat seperti yang sudah sampaikan oleh Ketua KPU, tidak banyak isu yang strategis untuk dikonsultasikan.

Namun hanya ada satu yang bisa dibahas atau KPU perlu mendapatkan masukan, isu itu adalah terkait dengan Partisipasi Masyarakat secara khusus yang berkaitan dengan pelaksanaan survei.

Belajar dari pengalaman Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, dimana lembaga survei itu memiliki pendapat yang oleh publik dipersepsikan sebagai survei yang tidak bisa dipertanggungjawabkan dengan baik, yang akhirnya melahirkan satu kontroversi yang berkepanjangan.

Terkait dengan hal itu, KPU kemudian di dalam peraturan ini membuat suatu regulasi bagaimana memperlakukan terhadap survei-survei yang oleh masyarakat dianggap kurang tepat atau kurang benar.

Dalam regulasi ini KPU mendesain bahwa kalau ada laporan masyarakat terkait dengan satu lembaga survei itu dianggap tidak benar dalam melakukan aktivitasnya, maka KPU bisa memprosesnya.

Terhadap lembaga yang tergabung atau berasosiasi dengan satu asosiasi lembaga survei tertentu, maka laporan itu akan diteruskan oleh KPU kepada asosiasi itu untuk menindaklanjutinya, tetapi kalau ada lembaga survei yang tidak tergabung didalam asosiasi itu maka yang akan dilakukan oleh KPU adalah membentuk satu dewan etik yang keanggotanya berasal dari akademisi atau profesional yang memang memiliki kompetensi untuk menilai sebuah survei itu bisa dipertanggungjawabkan atau tidak. 

Demikian isu strategis yang KPU akan konsultasikan atau mendapatkan masukan, sehingga nanti ketika ada satu peristiwa berkaitan dengan pelaksanaan survei pilkada di beberapa tempat, maka itu yang ditempuh KPU.

Sedangkan untuk Norma Standar Pengadaan dan Distribusi Logistik secara umum tidak ada hal yang baru, namun ada beberapa catatan terkait ketentuan didalam Undang-Undang nomor 1 Tahun 2015 yang sudah direvisi dengan Undang-Undang nomor 8 Tahun 2015, pertama terkait dengan pasal 80 dimana disebutkan surat suara dicetak sebanyak DPT +2.5%  untuk cadangan, tetapi di pasal 87 tercatat surat suara itu diproduksi sesuai dengan jumlah DPT +DPTB.

KPU berharap terkait hal itu, bisa dicetak sesuai dengan jumlah DPT +DPTB, karena DPTB masih bisa masuk 7 hari setelah DPT ditetapkan, kalau tidak KPU kekurangan lebih banyak. +2.5% nya didalam Undang-Undang itu hanya ditulis 2.5%  dari DPT apabila dimungkinkan diperbolehkan 2.5% itu dari DPT +DPTB, sebetulnya selisihnya mungkin hanya satu dua surat suara saja, per TPS.

Yang kedua dipasal 80 juga tertulis pengadaan surat suara untuk pemungutan suara ulang, dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur atau Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota sebanyak 2.000 surat suara yang diberi tanda khusus, menurut kami ini jumlah yang sangat tidak rasional, apabila ada Pemilihan Gubernur kemudian hanya disediakan 2.000 surat suara untuk pemungutan suara ulang dan itu posisinya ada di Ibu Kota Provinsi, maka itu tidak akan mencukupi apabila terjadi pemungutan suara ulang, karena 2.000 surat suara itu asumsinya hanya mencukupi untuk tiga TPS, karena satu TPS jumlah pemilih maksimal 800.

Jadi dalam draft kami, kami mengusulkan untuk Pemilihan Gubernur disediakan surat suara untuk pemungutan suara ulang sebanyak 2.000 per Kabupaten, Pemilihan Bupati dan Walikota disediakan sebanyak 2.000 per Kecamatan. Ini lebih memungkinkan apabila terjadi pemungutan suara ulang, sedangkan di Undang-Undang hanya menyebutkan 2.000 tanpa penjelasan lebih detail. Ungkap Arief Budiman.    

Panitia Kerja (Panja) Komisi II DPR RI, sesuai kesepakatan bersama, rapat konsultasi terkait PKPU Pilkada akan dilanjutkan kembali pada kamis depan tanggal (16/04).(dosen/red.FOTO KPU/dosen)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar