Pembatasan Dana Kampanye Pilkada harus Dihitung Matang dan Faktual
Jakarta, kpu.go.id –
Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah melakukan uji publik Draft Peraturan
KPU tentang Kampanye dan Dana Kampanye Peserta Pemilihan Gubernur,
Bupati dan Walikota 2015. Salah satu poin penting dalam draft Peraturan
KPU tersebut diantaranya tentang pembatasan dana kampanye pilkada.
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) telah melakukan riset
dan berusaha menghitung belanja kampanye berdasarkan rumusan dari KPU
yang tertuang dalam draft Peraturan KPU tentang Dana Kampanye.
Hal
tersebut dibahas oleh Perludem dalam diskusi bersama media massa guna
memberi rekomendasi tentang pembatasan dana kampanye pilkada mengacu
dari hasil riset Perludem, Kamis (19/3) di Media Centre KPU RI.
Direktur
Eksekutif Perludem, Titi Anggraeni, menjelaskan adanya beberapa metode
kampanye pilkada yang difasilitasi KPU menggunakan dana APBN, yaitu
debat publik, penyebaran bahan kampanye, pemasangan alat peraga, dan
iklan media massa. Sementara itu, setiap pasangan calon hanya akan
membiayai kampanye pertemuan terbatas dan pertemuan tatap muka atau
dialog.
“Pembatasan
ini tidak hanya dari prinsip kesetaraan, tetapi juga memberikan peluang
yang sama kepada peserta pilkada. Perludem telah melakukan riset
mengenai pembatasan dana kampanye pilkada ini, dan hasilnya akan
disampaikan kepada KPU sebagai masukan, sebelum KPU melakukan konsultasi
dengan pemerintah dan DPR,” papar Titi Anggraeni.
Pembatasan
dana kampanye pilkada ini harus dihitung matang dan faktual, tambah
Titi. Pembatasan ini harus dikembalikan pada prinsip dasar kenapa dana
kampanye harus dibatasi. KPU harus mengelaborasi dan mengatur pembatasan
ini dengan pendalaman penghitungan faktual di daerah, sehingga butuh
waktu dan kerja keras KPU. Untuk itu, Peraturan KPU tidak perlu
buru-buru disahkan, agar semangat dan dasar pembatasan itu tercapai.
Sementara
itu Ketua Perludem, Didi Suprianto, juga menjelaskan tiga prinsip dasar
pengaturan dana pilkada, yaitu pertama, prinsip kebebasan, memberikan
kesempatan pasangan calon menggalang dana kampanye sesuai kemampuan.
Kedua, prinsip kesetaraan, membatasi besaran penerimaan dan pengeluaran
untuk menghindari persaingan tidak sehat antar pasangan calon. Ketiga,
prinsip transparansi dan akuntabilitas, dengan mengharuskan partai
politik dan pasangan calon terbuka dan melaporkan pengelolaan dana
kampanye, sehingga bisa dicek apakah rasional dan sesuai dengan
ketentuan.
Didi
juga menyoroti rumusan batas maksimal dana kampanye pertemuan terbatas
dan tatap muka atau dialog dalam draft Peraturan KPU yang menunjukkan
hasil sangat besar. Dalam draft Peraturan KPU tersebut pengertian
“jumlah penduduk” diubah menjadi “jumlah pemilih”, kemudian
“cakupan/luas wilayah” disamakan dengan wilayah administrasi kecamatan
untuk pilkada kabupaten/kota dan wilayah administrasi kabupaten/kota
untuk pilkada provinsi. Selain itu, standar biaya daerah menggunakan
standar biaya dari Kementerian Keuangan. Namun demikian, Perludem
menilai penerapannya harus disesuaikan dengan pengalaman belanja
kampanye pasangan calon dalam pilkada selama ini.
“Perludem
mempunyai masukan rumus alternatif, yaitu menggunakan basis kepadatan
penduduk, karena kepadatan penduduk itu sudah mencakup pengertian jumlah
penduduk dan cakupan/luas wilayah, kemudian standar biaya daerah
kegiatan pertemuan paket fullday dari Kementerian Keuangan dibedakan,
standar biaya Eselon I dan II untuk Pilkada Provinsi dan standar biaya
Eselon III untuk Pilkada Kabupaten/Kota,” papar Didi Suprianto. (arf/red.FOTO KPU/dam)