Rabu, 29 Januari 2014

Pemilu 2014, Momentum Memilih Pemimpin Indonesia PDF Cetak E-mail
Selasa, 28 Januari 2014
 Tabanan, kpu.go.id- Jelang Pemilu 2014 yakni Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD  serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang jarak pemungutan suaranya hanya selisih tiga bulan, Pemilu Legislatif 9 April dan pilpres dijadwalkan 9 Juli 2014, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menginginkan agar penyelenggaraan Pemilu Tahun 2014 lebih baik dari pemilu sebelumnya.

Pemilu 2014 merupakan satu pengharapan besar dan menjadi momentum untuk memilih pemimpin yang tepat, baik secara nasional maupun kedaerahan. “Tanpa pemimpin yang mengerti tugas dan kewajiban serta kebutuhan daerahnya, maka kemajuan tak akan mungkin tercapai,” tutur Ketua KPU Husni Kamil Manik.

Hal itu dikatakan Husni disela-sela persemian Gedung KPU Kabupaten Tabanan. Oleh karenanya, Ia berharap, semua dapat berpartisipasi terutama kepada pemimpin di tingkat daerah, dapat memotivasi masyarakat agar tidak apatis atas penyelenggaraan pemilu ini.

“Kalau masyarakat belum mempunyai calon-calon yang belum masuk dalam daftar caleg (calon legislatif-red), jangan mereka tidak hadir ke TPS. Kalau orang baik tidak datang ke TPS, maka berpotensi yang terpilih adalah caleg yang tidak baik,” ungkap mantan Komisioner KPU Provinsi Sumatera Barat itu.
Biasanya, lanjut Husni, yang apatis adalah orang-orang baik, mereka merasa caleg-caleg tidak baik. Padahal ini sesuatu yang tidak tepat. Kalau orang itu baik maka pilihlah orang yang terbaik dari pilihan yang ada.

“Jangan berhenti pada keputus-asaan. Karena ajaran agama pun, putus asa menjadi pilihan yang konyol. Tidak direkomendasikan dan diajarkan, pasti semua mengajarkan optimisme,” kata Husni yang disambut dengan tepuk tangan meriah.

Sementara itu, terkait dengan persiapan pemilu, untuk beberapa fasilitasi logistik yang dilakukan oleh KPU daerah sudah selesai, seperti kotak dan bilik suara tambahan. Pada dasarnya, KPU menggunakan lebih banyak persediaan logistik yang lalu untuk kotak dan bilik suara, banyaknya di atas 70 persen dari total secara keseluruhan.

“Kotak dan bilik suara pada Tahun 2013 lalu dipilih berbahan dasar kardus, yang merupakan merupakan tambahan atau bahkan sebagian daerah hanya sebagai cadangan,” ujar Husni.

Untuk surat suara, proses penandatanganan kontraknya sudah selesai, dan minggu ini sudah mulai proses pencetakannya. “Kita targetkan awal Bulan Maret proses distribusinya sudah sampai di KPU Kabupaten/Kota sehingga KPU akan memulai proses sortir dan pelipatan,” tutupnya. (wwn/ook. FOTO KPU/ook/hupmas)

 

Selasa, 28 Januari 2014

KPU Upayakan Pemilu yang Transparan dan Akuntabel
Jumat, 24 Januari 2014
 Jakarta, kpu.go.id- Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) Husni Kamil Manik, Jumat siang (24/1) menerima kunjungan Duta Besar Singapura untuk Indonesia, Anil Kumar Nayar. Kunjungan dubes Singapura ini karena pihaknya ingin mengetahui sistem dan mekanisme pelaksanaan Pemilu di Indonesia sebagai Negara demokrasi terbesar ketiga di dunia.
 
Husni Kamil Manik didampingi sejumlah komisioner Hadar Nafis Gumay, Arief Budiman, Ferry Kurnia Rizkiyansyah dan Sekjen KPU Arif Rahman Hakim memperkenalkan sistem, mekanisme dan tahapan pelaksanaan Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD di Indonesia. Husni mengatakan pihaknya mendorong partisipasi yang seluas-luasnya kepada semua stakeholders pada setiap tahapan Pemilu.

“Pelaksanaan tahapan di setiap jenjang dilaksanakan secara transparan dan akuntabel. Keterbukaan itu sudah kami mulai sejak pendaftaran, verifikasi dan penetapan partai politik peserta Pemilu. Begitu juga tahap penetapan daerah pemilihan dan alokasi kursi di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, pencalonan, dan pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih yang telah selesai dilaksanakan,” terang Husni.

Menurutnya dengan adanya keterbukaan dan ruang partisipasi yang luas dalam setiap tahapan maka kepercayaan publik terhadap proses dan hasil Pemilu 2014 akan semakin meningkat. Kepercayaan itu penting, kata Husni, tidak hanya bagi penyelenggara tetapi juga bagi peserta Pemilu dan para calegnya yang akan mendapat amanah untuk menjalankan tugas, fungsi dan kewenangan sebagai wakil rakyat di DPR, DPD dan DPRD.   

Salah satu tahapan yang mendapat perhatian ekstra dari KPU adalah tahapan pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih. “Kami bertekad menjadikan daftar pemilih tetap (DPT) sebagai sumber perbaikan kualitas Pemilu. Karena itu, kami melakukan verifikasi faktual ke lapangan untuk melakukan pencocokan dan penelitian terhadap Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) yang diserahkan oleh pemerintah,” ujarnya.

Sebelum DP4 itu diturunkan, terang Husni, KPU melakukan sinkronisasi data dengan DPT Pemilu terakhir. Jika dalam pelaksanaan verifikasi faktual ternyata orangnya tidak ditemukan keberadaannya maka data tersebut akan dikoreksi petugas. Jadi DPT yang ditetapkan oleh KPU di tingkat kabupaten/kota dan rekapitulasinya di tingkat provinsi dan pusat merupakan kondisi riil pemilih di lapangan.

Selain perbaikan kualitas DPT, kata Husni, pihaknya juga berupaya meningkatkan nilai kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan Pemilu melalui perbaikan tahapan pemungutan dan penghitungan perolehan suara serta rekapitulasi perolehan suara. Salah satunya perbaikan pada tahap pengisian formulir Model C1 (sertifikat hasil dan rincian perolehan suara di TPS) Berhologram, Lampiran Model C1 DPR Berhologram, Lampiran Model C1 DPD Berhologram, Lampiran Model C1 DPRD Provinsi Berhologram, dan Lampiran Model C1 DPRD Kabupaten/Kota Berhologram.

Pengisiannya harus berdasarkan formulir Model C1 DPR Plano Berhologram, Model C1 DPD Plano Berhologram, Model C1 DPRD Provinsi Plano Berhologram, Model C1 DPRD Kabupaten/Kota Plano Berhologram. “Jadi kita dapat membandingkan antara salinan dalam formulir dengan dokumen hasil penghitungan dalam kertas plano yang ditempel di papan tulis,” ujarnya.

Selain itu, semua tahapan penghitungan suara dilakukan secara terbuka, di tempat yang terang atau yang mendapat penerangan cahaya cukup. Setiap hasil penghitungan suara dicatat dengan tulisan yang jelas dan terbaca pada Model C1 DPR Plano, Model C1 DPD Plano, Model C1 DPRD Provinsi Plano, Model C1 DPRD Kabupaten/Kota Plano yang ditempelkan pada papan yang telah disediakan.

Yang tidak kalah penting, kata Husni, saksi partai politik dan calon anggota DPD, panitia pengawas lapangan (PPL), dan Pemantau Pemilu yang hadir pada rapat penghitungan suara diberi kesempatan untuk mendokumentasikan formulir Model C1 DPR Plano, Model C1 DPD Plano, Model C1 DPRD Provinsi Plano, Model C1 DPRD Kabupaten/Kota Plano. Dokumentasi itu dapat foto dan video.

Duta Besar Singapura untuk Indonesia Anil Kumar Nayar mengatakan pihaknya berharap pelaksanaan Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014 di Indonesia dapat berjalan dengan tertib, aman dan lancar. Menurutnya stabilitas politik di Indonesia penting bagi Negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Dia berharap pemerintahan baru yang terbentuk nantinya baik legislatif maupun eksekutifnya mendapat legitimasi yang kuat dari rakyat Indonesia. (gd. FOTO KPU/dosen/hupmas)
 

Mendagri: Bawaslu usulkan dana saksi parpol

Jakarta (ANTARA News) - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi mengatakan usulan terkait honor saksi dari perwakilan partai politik (parpol) pada Pemilu Legislatif 9 April mendatang muncul dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)--yang menampung usulan dari partai politik.
"Itu Bawaslu dulu yang usul, pada waktu pembahasan muncul ide untuk saksi parpol. Dalam hal ini Pemerintah akan mempertimbangkan kalau ini sudah matang antara parpol dan Bawaslu," kata Mendagri Gamawan di Jakarta, Senin.
Ia mengatakan Peraturan Presiden akan dikeluarkan jika seluruh partai politik setuju terhadap kebijakan pemberian anggaran untuk honorarium saksi dari perwakilan parpol.
Artinya, jika ada parpol yang menolak anggaran saksi tersebut, maka Pemerintah bisa saja mempertimbangkan untuk membatalkan alokasi anggaran tersebut.
"Kalau (parpol) tidak setuju tentu tidak mungkin diberikan. Itu tergantung bagaimana Bawaslu-nya. Pemerintah tidak mau masuk dalam wilayah yang tiba-tiba ada perbedaan semacam itu," tambahnya.
Namun masih belum jelas apakah parpol yang dipertimbangkan menyatakan tidak setuju tersebut adalah parpol peserta Pemilu 2014 atau sembilan parpol di Parlemen Senayan.
"Soal itu biar dibicarakan antara partai dan Bawaslu, karena Pemerintah sifatnya hanya membantu," tambahnya.
Sementara itu, anggota Bawaslu Daniel Zuchron menyangkal jika permintaan anggaran untuk saksi parpol itu muncul dari pihaknya, sehingga Bawaslu saat ini kesulitan untuk menyusun mekanisme penyaluran honor tersebut karena tidak masuk dalam program Bawaslu.
Menurut dia, Bawaslu bertindak sebagai lembaga yang menjalankan kebijakan melalui undang-undang dan peraturan berlaku.
"Ini kan soal kebijakan, kemudian jika ada parpol yang begini begitu kan itu soal koordinasi antara DPR dan Pemerintah," lanjut Daniel.
Oleh karena itu, kata Daniel, Bawaslu saat ini sedang memikirkan mekanisme pencairan dana saksi tersebut.
"Yang sedang kami pikirkan saat ini adalah bagaimana skema pendistribusian uang saksi parpol itu di lapangan. Pastilah uang (anggaran) itu kami pertanggungjawabkan," ujarnya.

Senin, 27 Januari 2014

Saksi Parpol di Tiap TPS Dibayar Rp 100 Ribu

JAKARTA (JPNN, 27/1) – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mulai mengatur mekanisme penyaluran honor saksi partai politik di tempat pemugungutan suara (TPS). Menurut Ketua Bawaslu, Muhammad, direncanakan negara hanya akan menanggung honor seorang saksi bagi masing-masing partai politik di tiap TPS, dengan anggaran sebesar Rp 100 ribu.
Dengan besaran honor yang diterima seorang saksi Rp 100 ribu ini, maka jika dikali jumlah TPS di seluruh Indonesia yang mencapai 545.778 buah, anggaran saksi masing-masing parpol yang diperoleh dari negara, mencapai Rp 54.577.800.000. Angka ini jika dikali 12 parpol peserta pemilu nasional, total anggaran negara yang dikeluarkan mencapai Rp 660 miliar.
Sebagaimana diketahui, dari usulan yang sebelumnya disampaikan Bawaslu, total keseluruhan dana pengawasan untuk pemilu 2014, sekitar Rp 1,5 triliun. Dengan rincian Rp 660 miliar untuk saksi dari parpol, sementara selebihnya untuk mitra pengawas pemilih lapangan. Namun anggaran tidak akan diserahkan langsung ke parpol, melainkan langsung ke masing-masing saksi di lapangan nantinya.
“Kalau bisa nantinya anggaran itu tanpa pajak. Jadi tiap TPS ada seorang saksi parpol, dengan uang Rp 100 ribu. Nanti ada pengaturan teknis gimana ngasihnya,” ujar Ketua Bawaslu, Muhammad, di Jakarta, Senin (27/1).
Menurut Muhammad, untuk pengaturan saksi parpol, masing-masing parpol diminta terlebih dahulu mengajukan nama-nama saksi di tiap TPS ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). Kemudian setelah terdaftar sesuai mekanisme peraturan perundang-undangan yang ada, Bawaslu akan menerima verifikasi nama-nama yang diberi mandat oleh parpol untuk menjadi saksi.
“Kalau sampai hari H pemilihan nama itu tidak muncul, ya tidak diberikan (honornya). Anggaran akan dikembalikan ke negara. Jadi tidak boleh dititip,” katanya.
Bawaslu berharap nama saksi yang diajukan parpol bukan merupakan orang yang bermasalah. Sehingga proses pengawasan nantinya benar-benar berjalan dengan maksimal seperti yang diharapkan semua pihak.
“Insya Allah kita terima tanggungjawab ini (mengatur pemberian honor saksi parpol di tiap TPS). Namanya kita mengambil tanggungjawab untuk negara, kita siap saja. Ini dalam rangka Bawaslu memberikan perhatian integriitas proses. Kita nggak mau di TPS ada pelanggaran, karena nggak ada saksi parpol,” ujarnya.(gir/jpnn)

DPR Sebut Pengusul Dana Saksi TPS Pemerintah

JAKARTA (JPNN, 26/1) - Wakil Ketua Komisi II DPR, Abdul Hakam Naja mengatakan inisiatif usulan pemberian honor bagi saksi-saksi partai politik dan Bawaslu di tempat pemungutan suara (TPS) bukan dari DPR. Menurutnya, usulan dana Rp 700 miliar yang diperuntukkan buat saksi berasal pemerintah.
"Prosesnya, usulan pertama datang dari pemerintah dalam rapat konsultasi di Kementerian Dalam Negeri. Komisi II diundang. Jadi itu keputusan pemerintah, DPR, KPU dan Bawaslu. Artinya keputusan bersama," kata Abdul Hakam Naja, di gedung DPR, Senayan Jakarta, Senijn (27/1).
Dijelaskannya, rapat itu digelar sekitar dua pekan lalu. Dari Komisi II hadir pimpinan bersama ketua kelompok-kelompok fraksi (Kapoksi) yang ada di Komisi II. Internal DPR sendiri, lanjutnya, tidak pernah membahas dana saksi ini secara khusus sebelumnya.
"Argumentasi pemerintah selaku pengusul dana saksi bagi Bawaslu dan tiap partai politik karena prinsip keadilan dan ada jaminan Pemilu yang jujur dan adil," ungkapnya.
Abdul Hakam Naja mengatakan kalau Pemilu yang terdahulu, hanya partai politik yang berduit saja yang bisa mengirim saksi ke TPS. Partai politik yang tidak ada duit, tidak bisa menghadirkan saksinya sehingga menjadi pertimbangan usulan tersebut diterima.
"Argumentasi tersebut kita nilai masuk akal. DPR dan Bawaslu setuju, sehingga disiapkan anggaran 1,5 triliun rupiah dengan alokasi 800 miliar rupiah untuk Mitra Pengawas Pemilu Lapangan (PPL) Bawaslu, dan 700 miliar rupiah untuk saksi dari partai politik," jelasnya.
Dalam sebuah proses, menurut Abdul Hakam Naja, honor buat saksi ini merupakan langkah awal yang baik. "Sementara kita sering apriori kenapa partai dibiayai negara dan di sisi lain ketakutan partai politik dibiayai orang berduit. Ini kan soal menentukan pilihan yang terbaik untuk kepentingan bangsa dan negara ke depan," tegasnya.
Eksekusi anggarannya nanti oleh Bawaslu dan langsung memberikan honor sebesar 100 ribu rupiah kepada tiap saksi di TPS. Begitu juga Tupoksi pengawasan diserahkan ke Bawaslu. "Yang bertanggungjawab terhadap dana ini nantinya juga Bawaslu," ujarnya. (fas/jpnn)

Selasa, 21 Januari 2014

KPU SIAP LAKSANAKAN PEMILU SERENTAK

JAKARTA (21/1)– Komisi Pemilihan Umum (KPU) siap melaksanakan pemilihan umum (pemilu) serentak jika Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusannya nanti menerima Pengujian Undang-Undang (PUU) Nomor 42 Tahun 2008, tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) yang diajukan Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra.
“Sebagai penyelenggara, kami akan melakukan apapun hasilnya (putusan MK). Karena sebagai penyelenggara kewajiban kami adalah melaksanakan pemilu,” ujar anggota KPU Hadar Nafiz Gumay di Jakarta, Senin (20/1).
Hanya saja, lanjut Hadar, jika pemilu legislatif dan pemilihan presiden akhirnya dilaksanakan secara serentak, maka KPU membutuhkan waktu untuk memersiapkan segalanya. Artinya, tidak lagi dapat dilakukan sesuai jadwal yang telah ditetapkan, di mana pemilu legislatif 9 April 2014 dan pilpres 9 Juli 2014.
“Dari segi jadwal kemungkinan akan kami ubah. Karena yang tadinya terpisah, sekarang harus digabung. Dan hal tersebut membutuhkan waktu,” katanya.
Menurut Hadar, waktu dibutuhkan antara lain untuk memersiapkan sejumlah Peraturan KPU, sebagai petunjuk pelaksanaan pemilu nantinya. Kemudian juga terkait kebutuhan logistik, tentunya akan diubah dan hal tersebut juga butuh untuk dipersiapkan.
“Pelatihan-pelatihan para petugas, juga perlu kita lakukan. Termasuk pemahaman masyarakat, itu juga butuh sosialisasi. Karena sebelumnya masyarakat kan hanya mengetahui kalau pemilu dilakukan terpisah. Jadi cukup banyak sebetulnya,” kata Hadar. (gir/jpnn)