MK Tidak Keberatan Tangani Sengketa Pilkada
kpu.go.id, Jakarta- Mahkamah
Konstitusi (MK) menyatakan tidak keberatan untuk menangani sengketa
hasil Pilkada, hal ini dilakukan apabila hasil revisi UU Pilkada
memandatkan MK untuk menyelesaikan sengketa Pilkada. Langkah ini
merupakan hasil Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) MK pada hari Kamis, 12
Februari 2015 yang lalu. Selanjutnya MK meminta adanya peninjauan
kembali mengenai waktu yang lebih lapang, mengingat pelaksanaan Pilkada
yang akan dilaksanakan secara serentak, sehingga proses penyelesaian
sengketa bisa berjalan dengan baik.
Hal
itu disampaikan oleh Koalisi Masyarakat Sipil Kawal UU Pilkada yang
terdiri dari Perludem, ICW, JPPR, Puskapol UI, LP3ES, PPUA Penca, ILR,
YLBHI, saat menggelar konferensi pers, Jumat (13/2), di Media Centre
Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Mereka
menyatakan sikap agar sengketa hasil Pilkada pada masa transisi ini
tetap diselesaikan di MK. Kemudian mereka juga mendesak DPR dan
pemerintah untuk segera merevisi ketentuan penyelesaian sengketa hasil
Pilkada tersebut tetap diselesaikan oleh MK. Hal tersebut bisa dilakukan
dengan menyesuaikan peraturan perundang-undangan yang ada dengan
putusan MK yang terkait dengan penyelesaian sengketa hasil Pilkadai
Isu krusial yang masih diperdebatkan dalam proses revisi UU Pilkada tersebut salah satunya mengenai mekanisme penyelesaian sengketa Pilkada. Hal itu merujuk ketentuan UU Nomor 1 Tahun 2015 yang mengamatkan penyelesaian sengketa Pilkada di Mahkamah Agung (MA), meskipun secara terbuka MA telah menolak untuk menyelesaikan sengketa Pilkada.
Isu krusial yang masih diperdebatkan dalam proses revisi UU Pilkada tersebut salah satunya mengenai mekanisme penyelesaian sengketa Pilkada. Hal itu merujuk ketentuan UU Nomor 1 Tahun 2015 yang mengamatkan penyelesaian sengketa Pilkada di Mahkamah Agung (MA), meskipun secara terbuka MA telah menolak untuk menyelesaikan sengketa Pilkada.
“Kami
sudah pernah menemui Hakim Agung, mereka saat itu menyampaikan
penolakannya, agak berat bagi MA jika kemudian menerima kewenangan
penyelesaian sengketa Pilkada.” Ungkap Veri Jumaidil.
Hal
itu terkait penataan internal di MA yang sedang dilakukan dan jumlah
tunggakan perkara yang cukup besar di setiap tahunnya. Apabila kemudian
ditambah dengan kewajiban untuk menyelesaikan sengketa Pilkada, maka
dapat menambah beban MA. Hal tersebut menjadi alasan penolakan MA untuk
tidak menangani sengketa Pilkada, terang Veri mengutip kata Hakim MA.
Menambahkan
keterangan Veri, Pengamat dari Indonesian Parliamentary Center (IPC)
Sulistiyo berpendapat, sarana tehnologi yang dimiliki MK untuk
menyelesaikan sengeketa melalui video conference menjadi pertimbangan
juga mengapa MK lebih tepat sebagai lembaga penyelesaian sengketa
Pilkada.(dam/arf/red.KPU FOTO/dam/Hupmas)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar